Tanpa terasa 65 tahun sudah bangsa ini memerdekakan diri dari penjajah, jauh merenung kemasa lampau, betapa luar biasanya semangat pahlawan bangsa ini memperjuangkan kemerdekaan, bermandi peluh, bersimbah darah, tak terhitung sudah berapa banyak putra-putri bangsa ini yang gugur hanya untuk memperoleh pengakuan bangsa lain, hanya untuk sebuah kata " MERDEKA".
Merdeka dari penjajah, merdeka dari perlakukan ketidaksewenangan, merdeka dari rasa takut, merdeka dari .......... Terimakasih Pahlawan Bangsaku, berkat Engkaulah kami mampu berdiri tegak di bumi pertiwi ini. Namun ada pemikiran yang selalu mengganjal di hati ini akan merdeka yang sebenar-benar merdeka, apakah hingga saat ini kita penerus bangsa ini telah merasakan arti sesungguhnya dari makna " merdeka " ataukah makna itu hanyalah kiasan pemerah bibir belaka, entahlah, yang pasti saya belumlah merasakan makna itu.
Lihatlah, sehebat apa bangsa ini, kekayaan alam yang melimpah, kekayaan budaya yang tidak dimiliki oleh bangsa manapun, tetapi kenyataannya kita masih mengimport minyak, mengimport beras, padahal pertambangan minyak berdiri megah, sawah-sawah terhampar luas sejauh mata memandang, ironis bukan ? lantas, dikemanakan hasil-hasil bumi itu ? bukankah semestinya kita penerus bangsa ini yang patut menikmatinya. Sebuah cerita usang tetapi cukup memprihatinkan, pada saat salah seorang sahabat saya memperoleh kontrak kerja di negeri tetangga, ia menyaksikan berapa banyak tukang bangunan, pengatur pelaksana rumah tangga, pekerja perkebunan hampir mayoritas adalah bangsa kita, apakah hanya itu yang dapat kita lakukan, kemanakah ratusan wisuda sarjana dalam setiap tahunnya ?
Negeri yang kaya namun rakyatnya miskin, lantas siapakah yang menikmatinya ? pemerintah arogan yang hanya mementingkan perutnya sendiri, para pengusaha yang hanya ingin mendapatkan keuntungan melimpah, sehingga mengesampingkan rasa kemanusiaan yang ada dalam diri mereka. lihatlah saudara-saudara kita korban lumpur lapindo, apa yang mereka dapatkan dari pengusaha yang konon merupakan salah satu orang terkaya dunia fersi majalah terkemuka amerika itu, tidak ada bukan ? hanya janji-janji belaka.
Bila seperti ini saya teringat akan penggalan lagu Bang Haji Rhoma Irama tempo dulu, " yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin". Entah ini merupakan sebuah trend baru atau memang merupakan satu-satunya jalan keluar sehingga akhir-kahir ini karena himpitan ekonomi seorang ibu tega mengajak anak-anaknya bunuhdiri, sungguh masalah yang tak seharusnya dipandang sebelah mata. Pada akhirnya menurut pandangan saya saat ini bangsa ini belumlah merdeka dalam arti yang sesungguhnya, merdeka atas intervensi bangsa lain iya saya akui, namun bangsa ini masih dijajah oleh bangsanya sendiri, yang kaya menjajah yang miskin, atasan menjajah bawahan, kuat menjajah yang lemah, berpangkat menjajah ......... Bila ini tak segera dihentikan maka jangan harap kemerdekaan hakiki dapat dinikmati oleh bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila penyampaian ini masih kurang lengkap, mohon tambahkan, bila sudah, tinggalkan komentar, karena sayapun akan demikian.